Senin, 20 Desember 2010

Karapan Sapi

Karapan Sapi (bulls race) sangat ‘kental’ Madura. Karapan sapi sendiri merupakan istilah yang digunakan untuk menyebut perlombaan pacuan/balap sapi. Pada perlombaan ini, sapi menarik kereta kayu yang ditunggangi oleh joki untuk mengendalikan sepasang sapi tersebut. Jarak pacuan biasanya sekitar 100 meter dengan waktu kurang lebih 10 setik samapai 1 menit. Karapan sapi dilaksanakan pada bulan-bulan tertentu saja. Yaitu pada bulan agustus dan september. Sebelum dilombakan, sapi-sapi ini diarak mengitari arena pacuan dengan diiringi tabuhan gamelan madura yang disebut musik saronen.

Bukan semua jenis sapi yang bisa ikut serta dalam karapan. Sapi pilihan dengan jenis dan warna Madura. Kriteria khusus, sehat dan kuat serta pejantan yang cukup tingginya. Pilihan bibit sapi karapan, perawatan khusus untuk menjaga bentuk tubuh dan stamina menjelang karapan. Menjaga mental (agar sapi tidak stress) dan fisik sapi menjadi syarat mutlak pra pertandingan
Sebelum masuk ke arena balapan, pasangan sapi muncul dengan penampilan yang khas. Pakaian kebesaran sapi karapan yang mempunyai ciri masing-masing daerah. Sebagai unjuk kreativitas sang pemilik sapi, perlengkapan yang bernilai mahal ini segera dilepas ketika sapi siap beradu. Bebat yang dipasang dikepala sapi ini juga membuat pesan spiritual. Ketika sapi memasuki arena balapan, seluruh hiasan ditubuhnya harus dilepas. Hingga tinggal bebat yang tersisa. Tak ada sapi karapan yang idak mengenakan bebat ini, ia juga membentuk benteng pecaya diri sapi.




Bagi masyarakat Madura, karapan sapi bukan hanya sekedar sebuah pesta rakyat atau tradisi turun temurun yang dirayakan setiap tahun. Tapi, karapan sapi merupakan sebuah kebanggaan yang akan mengangkat derajat dan martabat seseorang.
Belum ada yang tahu persis sejarah asal mula karapan sapi ini. Namun, berdasarkan sumber lisan turun temurun diketahui bahwa karapan sapi pada mulanya dipopulerkan oleh Pangeran Katandur yang berasal dari Pulau sapudi, Sumenep pada abad Ke-13. Tujuan awal karapan sapi adalah untuk membajak sawah dan mengolah tanah persawahan. Ternyata, metode karapan sapi untuk menggemburkan tanah tandus menjadi lahan subur pun berhasil.
Tentu saja masyarakat desa mengikuti jejak pangerannya setelah mengetahui bahwa metode tadi berhasil. Akhirnya tanah di pulau Sapudi yang tadinya gersang, menjadi lahan subur dan bisa ditanami padi. Hasil panenpun berlimpah ruah.
Setelah masa panen tiba sebagai ungkapan kegembiraan atas hasil panen yang melimpah Pangeran Ketandur mempunyai inisiatif mengajak warga di desanya untuk mengadakan balapan sapi. Areal tanah sawah yang sudah dipanen dimanfaatkan untuk areal balapan sapi. Akhirnya tradisi balapan sapi gagasan Pangeran Ketandur itulah yang hingga kini terus berkembang dan dijaga kelestariannya. Hanya namanya diganti lebih populer dengan “Kerapan Sapi”.
Bagi masyarakat Madura, Kerapan Sapi selain sebagai tradisi juga sebagai pesta rakyat yang dilaksanakan setelah sukses menuai hasil panen padi atau tembakau. Kerapan sebagai pesta rakyat di Madura mempunyai peran di berbagai bidang. Misal di bidang ekonomi (kesempatan bagi masyarakat untuk berjualan), peran magis religius (misal adanya perhitungan-perhitungan tertentu bagi pemilik sapi sebelum bertanding dan adanya mantra-mantra tertentu), bidang seni rupa (ada pada peralatan yang mempunyai hiasan tertentu), bidang seni tari dan seni musik saronen (selalu berubah dan berkembang). (yy/dari berbagai sumber)

0 komentar:

Posting Komentar